Senin, 09 Maret 2015

Tuhan Memberikan 2 Karunia

Filipi 1:27-30
"Hanya, hendaklah hidupmu berpadanan dengan Injil Kristus, supaya, apabila aku datang aku melihat, dan apabila aku tidak datang aku mendengar, bahwa kamu teguh berdiri dalam satu roh, dan sehati sejiwa berjuang untuk iman yang timbul dari Berita Injil,
dengan tiada digentarkan sedikit pun oleh lawanmu. Bagi mereka semuanya itu adalah tanda kebinasaan, tetapi bagi kamu tanda keselamatan, dan itu datangnya dari Allah.
Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia,
dalam pergumulan yang sama seperti yang dahulu kamu lihat padaku, dan yang sekarang kamu dengar tentang aku."

Ternyata selain karunia untuk percaya kepada Kristus, saya juga diberikan karunia: menderita untuk Dia.

Ketika ditanya apa yang akan saya katakan kepada teman saya yang sedang menghadapi masalah yang teramat berat, seorang teman yang mulai mempertanyakan Tuhan, saya sontak menjawab:

"hmm, sabar ya. Kamu ga sendiri kok, apapun yang terjadi dalam hidupMu pasti atas ijin Tuhan, dengan ini Tuhan mau angkat kamu ke level yang lebih baik lagi."

Saya ditegur teramat keras oleh seorang pendeta di Gereja saya menanggapi apa yang saya pikir akan saya katakan pada teman dengan kasus diatas.

Kemudian beliau menjelaskan kepada saya sebuah nats seperti yang saya kutip di atas.
Beliau bertanya: "Siapakah yang memberikan ujian? Apakah Tuhan menguji setiap kita?"

Jawabannya: "TIDAK."

Untuk apa Tuhan mengijinkan sesuatu yang buruk terjadi dalam hidup kita hanya untuk mengangkat kita ke level yang lebih baik lagi?
Kita seolah-olah tidak mengenal betul siapa Tuhan yang selama ini kita puji dan sembah.
Seolah-olah Tuhan itu sangat jauh dengan kita. Dia di Surga dan kita di Bumi, dan Dia hanya memandang kita dari Surga, mengamat-amati apa respon kita terhadap ujian yang Dia berikan.

Beliau heran, pernah didengarnya seorang guru sekolah minggu berkata:"Jangan berisik ya, nanti Tuhan marah lhoo... nanti dihukum Tuhan lhoo..."

Seolah-olah Tuhan kita adalah Tuhan yang pemarah. Kita sepertinya tidak mengenal betul siapa Tuhan itu.

Mari kita baca tentang nats yang ada dalam Markus 10:13-16, Matius 19:13-15, dan Lukas 18:15-17 tentang Yesus yang memberkati anak-anak.

Berikut nats yang dikutip dari Markus 10:13-16
"Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka; akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu.
Ketika Yesus melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada mereka: "Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya."
Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tangan-Nya atas mereka Ia memberkati mereka."

Jangan kita mengarang ngarang bagaimana Tuhan. Tuhan bukanlah Tuhan yang pemarah. Mengapa kita membicarakan tentang Tuhan yang tidak kita kenal? Mengapa kita membuat Tuhan seolah olah jadi Tuhan yang suka memberikan hukuman?

Tuhan sendiri jelas dalam Filipi 1: 27-30 mengaruniakan 2 karunia:
1. Karunia untuk percaya kepada Kristus
2. Karunia untuk menderita untuk Dia.

Pada dasarnya kehidupan kita didunia ini sangat akrab dengan penderitaan, bukan Tuhan yang mendatangkan penderitaan itu, namun benar bahwa Tuhan mau kita menderita dalam kebenaran.

Bukan ayahmu yang dibiarkan meninggal hanya untuk menguji imanmu pada Tuhan, bukan ibumu yang diperbolehkan sakit hanya untuk melihat hatimu.
Masa'kan jikalau ayamu tidak meninggal itu berarti imanmu teguh dalam Tuhan? Apa jaminannya?
Masa'kan jikalau ibumu sembuh dari sakit penyakit itu berarti Tuhan telah melihat hatimu yang teguh?

Masa'kan Tuhan tidak mengetahui kemampuanmu? Masa'kan Tuhan tidak mengenal iman dan menyelidiki hatimu?
Bukankah Dia adalah Tuhan yang Maha Tahu?

Masa'kan hanya untuk mengangkatmu ke level yang lebih baik lagi, Dia harus membakar rumahmu? Membuatmu dalam kesulitan? Apa benar Dia tidak tahu level mu saat ini sehingga Dia harus mengujinya?

Mengapa kita menggambarkan Tuhan sebatas Tuhan yang kita dengar dari orang lain? Dari cerita dan kesaksian orang lain? Tidak ada kah kita pernah mengalami Tuhan pribadi di dalam kehidupan kita?

Tuhan menginginkan kita menderita dalam kebenaran, menderita untuk Dia. Dia tidak pernah menjanjikan mengikut Dia akan enak-enak saja dan bahagia, namun Dia menjanjikan bahwa Dia akan terus bersama-sama kita.

Matius 28:20 "dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman."

Bukankah memang selama kita masih di dunia ini, kita akan akrab dengan penderitaan?
Tuhan mau meskipun kita menderita, kita tetap menderita dalam kebenaran.
Kita menderita karena kita benar, bukan karena kita salah. Kita menderita untuk Dia. Kita tidak hanya mengikut salib namun kita diminta untuk memikulnya.

Untuk apa Tuhan rela mati di kayu salib untuk umat manusia jika setelahnya Dia malah senang melihat kita dalam penderitaan?
Seolah-olah Tuhan hanya mengamat-amati kita dari atas (Surga) kemudian menilai respon kita terhadap ujian yang diberikan.

Ujian.
Apa sebenarnya ujian itu?
Pernahkah kamu mengalami ujian?
Mengapa ada ujian?
Bukankah ujian adalah sesuatu yang harus kamu hadapi sendiri seperti ujian sekolah? Apakah kamu bisa mengerjakan soal ujian berdua dengan temanmu?
Untuk apa sebenarnya guru/dosen memberikan soal ujian? Benar, untuk mengetahui kemampuan kita.
Jadi, Tuhan tidak memberikan ujian karena Dia toh sudah tahu kemampuan kita. Dia sudah tahu hati kita itu seperti apa, Dia tahu detail tentang kita.

Lalu, jika kamu adalah orang beriman dan berhati teguh, berlaku kudus dan suci, adakah kamu yang empunya kerajaan Surga?

1 Korintus 13:2
"Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna."

Maka sekarang, ketika ada teman yang sedang mengalami penderitaan, marilah kita melihatnya bukan sebagai ujian, namun sebagai sesuatu yang memang harus terjadi.
Bukan ujian, yang harus diselesaikan seorang diri seperti ujian sekolah, namun penderitaan yang harus dilalui bersama-sama dan bersama Tuhan.
Adakah kita sudah menjadi teman untuk teman kita yang sedang mengalami penderitaan?
Jangan kita ada hanya sebagai solusi, ketika kita hanya memberikan solusi tanpa adanya empati, disana lambat laun relasi akan terkikis, hanya akan bertebaran kalimat-kalimat positif yang kehilangan kekuatannya.
Mari kita sekarang ikut merasakan penderitaan yang sedang teman kita alami sebagai perwujudan kasih kita. Menderita bersama.

Kini, kepada seorang teman saya yang sedang mengalami penderitaan, maaf saya tidak bisa menyampaikannya langsung, saya ingin sekali berkata,"kamu mampu, kamu bisa melalui ini semua, apa yang bisa saya lakukan untukmu?"

Tuhan, dengarkanlah doa-doanya.
Salam.